Kamis, 04 Februari 2016

Seni tradisional Banyumasan


Kesenian tradisional Banyumas adalah kekayaan budaya benda maupun tak benda yang tumbuh dan berkembang di wilayah bekas Karesidenan Banyumas, meliputi Kabupaten CilacapKabupaten BanyumasKabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara. Sesuai dengan letak geografisnya, kesenian-kesenian di wilayah itu mendapatkan pengaruh dari pusat kebudayaan keraton Mataram YogyakartaSurakarta, dan Sunda. Namun seiring perkembangan zaman, pengaruh-pengaruh dari luar Banyumas itu hanya memperkaya khasanah saja, sebab kesenian-kesenian Banyumas memiliki karakternya sendiri, yaitu sebuah entitas kebudayaan ngapak. Kekhasan seni tradisi Banyumas bahkan menyebarkan pengaruh terhadap budaya sekitar, antara lain ke wilayah bekas karesidenan Kedudan Pekalongan.[1][2][3][4]
Hasil gambar untuk kesenian tari banyumas

Ebeg[sunting | sunting sumber]

Ebeg adalah jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian dari jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping, dan jaran kepang. Ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) dan reog (Jawa Timur). Tarian ini menggunakan ebeg yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan. Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan. Penari terdiri dari dua orang berperan sebagai penthul-tembem (penari topeng yang lebih sering melucu menggoda penonton), seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan. Jadi satu grup ebeg dapat beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg, kecuali penthul-tembem. Ebeg termasuk jenis tari massal, pertunjukannya memerlukan tempat yang cukup luas seperti lapangan atau pelataran/halaman rumah. Waktu pertunjukan umumnya siang hari dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk gending pengiring yang dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong, dan terompet. Selain gendhing dan tarian, ada juga ubarampe (sesaji) yang selalu disediakan berupa: bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda, jajanan pasar, dan lain-lain. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung gadung, eling-eling (cirebonan). Yang unik, disaat saat kerasukan/mendem para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, bekatul, bara api, dan lain-lain, sehingga menunjukkan kekuatannya Satria. Demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongsai a la Banyumas.

Laisan[sunting | sunting sumber]

Laisan adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan oleh seorang pemain pria yang sedang kesurupan. Badannya ditindih dengan lesung terus dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan ayam. Dalam kurungan itulah Laisan berdandan seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara, kurunganpun dibuka, dan munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita lengkap. Laisan muncul di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg komersial, salah seorang pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari berkeliling arena sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan, di wilayah lain biasa disebut sintren

sumber:Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar